Prolog

Sunday, January 24, 2016
 Wanita itu duduk di meja nomor 12 dari kafe Coffeeroom yang berada di bagian outdoor. Meja putih itu berada di paling pojok, dengan dua kursi yang juga putih menyertainya. Di sekelilingnya terdapat pot-pot bunga mawar putih, yang ditata dengan cantik membuat pengunjung kafe merasa betah untuk sekedar menghabiskan jam makan siang atau nongkrong bersama teman.
Alice tersenyum pada pelayan yang baru saja mengantarkan kopi pesanannya. Kembali menatap laptop di depannya, dia melanjutkan mengetik naskah novel terbarunya. Sesekali dia membenarkan posisi kaca matanya yang melorot, atau menatap sekelilingnya untuk sekedar meregangkan otot-ototnya. Usianya yang menginjak kepala tiga menyebabkannya tidak selincah beberapa tahun lalu ketika semangatnya masih membara. Meski begitu, perawakannya dengan kemeja kotak-kotak berwarna biru dan jeans, ditambah sepatu kets membuatnya terlihat masih muda. Rambutnya yang cokelat bergelombang dan kulit yang kuning terawat akan mengejutkan orang-orang ketika mengetahui wanita itu sudah menikah sejak lima tahun lalu dan mempunyai seorang anak.
Drrt..drrtt.. Ponsel di sebelah laptopnya bergetar. Alice meraihnya, membuka pesan yang masuk. Pengirim pesan itu bernama “Suami sayang”, Alice tersenyum.
‘Aku dan Riri kecil sedang otw ke kafe, tunggu ya sayang,’ bunyi pesan itu. Alice meletakkan kembali ponselnya setelah membalas ‘Oke ^^’.
Pikiran Alice kembali ke laptop di depannya. Novelnya kali ini tentang kisah cinta anak-anak muda. Genre yang cukup membuat Alice tertantang. Dia bahkan perlu melakukan survei ke beberapa SMA di kotanya demi membuat novel itu beberapa bulan lalu. Tulisan itu sudah hampir selesai, namun dia belum menemukan ending yang menarik. Ending yang tidak mengecewakan pembacanya. Ah, mana mungkin ada yang seperti itu. Setiap manusia selalu punya respon yang berbeda terhadap suatu cerita. Ada yang puas, ada yang tidak puas. Tak jauh berbeda dengan hidup ini.
Alice berhenti mengetik, mencoba mengingat-ingat sesuatu. Dia meraih tas berlogo centang di atas meja, mengaduk-aduk isinya, menemukan sebuah note lama. Kertasnya berwarna kecoklatan dan tulisannya yang menggunakan bolpoin murahan mulai memudar. Dia membuka pelan lembar demi lembar dari buku itu, hanya melihat sekilas tanpa membacanya. Buku itu ditemukannya dua hari yang lalu, saat Alice membereskan lemarinya yang sudah terlalu penuh. Buku diarinya lima belas tahun yang lalu. Sesuatu yang menyelip terjatuh ketika Alice membuka halaman akhir buku itu. Alice melongok ke bawah kursi, mengambil amplop biru itu.
Kertas di dalam amplop menyembul ketika Alice membuka penutupnya. Diambilnya kertas itu dan dibaca isinya. Dan memorinya pun kembali ke lima belas tahun lalu, ketika cerita itu dimulai.

0 komentar:

Post a Comment