Wanita
itu duduk di meja nomor 12 dari kafe Coffeeroom
yang berada di bagian outdoor. Meja
putih itu berada di paling pojok, dengan dua kursi yang juga putih
menyertainya. Di sekelilingnya terdapat pot-pot bunga mawar putih, yang ditata
dengan cantik membuat pengunjung kafe merasa betah untuk sekedar menghabiskan
jam makan siang atau nongkrong bersama teman.
Alice
tersenyum pada pelayan yang baru saja mengantarkan kopi pesanannya. Kembali menatap
laptop di depannya, dia melanjutkan mengetik naskah novel terbarunya. Sesekali dia
membenarkan posisi kaca matanya yang melorot, atau menatap sekelilingnya untuk
sekedar meregangkan otot-ototnya. Usianya yang menginjak kepala tiga
menyebabkannya tidak selincah beberapa tahun lalu ketika semangatnya masih
membara. Meski begitu, perawakannya dengan kemeja kotak-kotak berwarna biru dan
jeans, ditambah sepatu kets membuatnya terlihat masih muda. Rambutnya yang
cokelat bergelombang dan kulit yang kuning terawat akan mengejutkan orang-orang
ketika mengetahui wanita itu sudah menikah sejak lima tahun lalu dan mempunyai
seorang anak.
Drrt..drrtt..
Ponsel di sebelah laptopnya bergetar. Alice meraihnya, membuka pesan yang
masuk. Pengirim pesan itu bernama “Suami sayang”, Alice tersenyum.
‘Aku dan Riri kecil
sedang otw ke kafe, tunggu ya sayang,’ bunyi pesan itu. Alice
meletakkan kembali ponselnya setelah membalas ‘Oke ^^’.
Pikiran
Alice kembali ke laptop di depannya. Novelnya kali ini tentang kisah cinta
anak-anak muda. Genre yang cukup
membuat Alice tertantang. Dia bahkan perlu melakukan survei ke beberapa SMA di
kotanya demi membuat novel itu beberapa bulan lalu. Tulisan itu sudah hampir
selesai, namun dia belum menemukan ending
yang menarik. Ending yang tidak
mengecewakan pembacanya. Ah, mana mungkin ada yang seperti itu. Setiap manusia
selalu punya respon yang berbeda terhadap suatu cerita. Ada yang puas, ada yang
tidak puas. Tak jauh berbeda dengan hidup ini.
Alice
berhenti mengetik, mencoba mengingat-ingat sesuatu. Dia meraih tas berlogo
centang di atas meja, mengaduk-aduk isinya, menemukan sebuah note lama. Kertasnya
berwarna kecoklatan dan tulisannya yang menggunakan bolpoin murahan mulai
memudar. Dia membuka pelan lembar demi lembar dari buku itu, hanya melihat
sekilas tanpa membacanya. Buku itu ditemukannya dua hari yang lalu, saat Alice
membereskan lemarinya yang sudah terlalu penuh. Buku diarinya lima belas tahun
yang lalu. Sesuatu yang menyelip terjatuh ketika Alice membuka halaman akhir
buku itu. Alice melongok ke bawah kursi, mengambil amplop biru itu.
Kertas
di dalam amplop menyembul ketika Alice membuka penutupnya. Diambilnya kertas
itu dan dibaca isinya. Dan memorinya pun kembali ke lima belas tahun lalu, ketika
cerita itu dimulai.
0 komentar:
Post a Comment